Trading in Influence, Telah Diratifikasi tetapi belum Diterapkan di Indonesia

Bertempat di Auditorium Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI), ACFE Indonesia Chapter bersama BPK RI menyelenggarakan Round Table Discussion (RTD) pada hari Selasa, 13 Februari 2018. R. Yudi Ramdan Budiman, Kepala Biro Humas dan Kerja Sama Internasional BPK RI, dalam sambutannya berharap agar kegiatan yang juga diinisiasi oleh Anggota VII BPK, Eddy Mulyadi Soepardi, ini mampu mendekatkan proses bisnis BPK dengan konteks profesi-profesi di Indonesia. Ia juga mengharapkan kerja sama BPK dengan ACFE Indonesia Chapter dapat meningkatkan fraud awareness.

“Topik RTD kali ini (Trading in Influence) cukup menarik karena menjadi wacana yang terus berkembang di seluruh dunia dan kasus fraud di Indonesia juga sudah banyak terjadi. Alhamdulillah telah hadir di tengah-tengah kita narasumber yang akan memberikan sharing, masukan dan perspektif yaitu dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia, Bapak Miko Susanto Ginting, dan Bapak Andreas Nathaniel Marbun dari Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia Fakultas Hukum Universitas Indonesia”, lanjut Yudi Ramdan.

Dalam kesempatan tersebut, Miko S. Ginting menjelaskan bahwa trading in influence (memperdagangkan pengaruh) telah diatur dalam United Nations Convention Against Corruption, 2003 (UNCAC) dan bersifat non-mandatory offences. Namun demikian, Indonesia yang telah meratifikasi UNCAC melalui Undang-Undang No. 7 tahun 2006 belum menerapkan upaya kriminalisasi terhadap pelaku perdagangan pengaruh. Menurut Miko, hal-hal yang perlu diperhatikan dalam upaya kriminalisasi perdagangan pengaruh adalah kapasitas pelaku (subjek), perbuatan serta dampaknya.

Secara praktis, Andreas N. Marbun memberikan gambaran upaya kriminalisasi perdagangan pengaruh di berbagai negara. Indonesia sendiri belum secara khusus melakukan kriminalisasi terhadap perbuatan memperdagangkan pengaruh, meskipun kasus semacam ini telah banyak terjadi dan umumnya dihubungkan dengan perbuatan suap sebagaimana telah diatur dalam UU Tindak Pidana Korupsi. Sejalan dengan yang disampaikan Miko, Andreas berharap agar ada pemisahan antara pidana penyuapan dan perdagangan pengaruh karena adanya perbedaan konteks mendasar terkait pengaturan, subjek hukum, bentuk perbuatan dan penerimaan.

Selanjutnya Pemerintah dan DPR perlu memformulasikan konstruksi hukum dan parameter perdagangan pengaruh guna menghindari miskonsepsi dalam pemberantasan korupsi sehingga dapat ditangani dengan tepat. (ACFE-IC_Publikasi)

2018-02-15T09:16:59+07:00 February 15th, 2018|